Quantcast
Channel: Baca Biar Beken
Viewing all articles
Browse latest Browse all 469

BlogTour and Giveaway: Pirgi dan Misota

$
0
0
Judul: Pirgi dan Misota
Pengarang: Yetti A.KA
Editor: Addin Negara
Tebal: 132 hlm
Cetakan: 1, September 2019
Penerbit: DIVA Press



"Sampai kapan kau akan melakukannya?"
"Membeli buku?"
"Ya. Kau sudah terlalu banyak membelinya."
"Aku seorang penulis."(hlm. 35)

***

Pirgi, seorang mahasiswi berusia 22 tahun jatuh cinta kepada Nodee, seorang penulis novel berusia 45 tahun (hampir sepantaran dengan usia ayah Pirgi sendiri). Sekilas, tidak ada yang menarik dari sosok lelaki itu: tua, wajah layu karena kurang tidur, tidak perhatian, novel karyanya nggak ada yang laris di pasaran pula. Hanya saja, Nodee ini memiliki semacam aura misterius dan sok cool ala penulis yang sering menjerat wanita-wanita unik seperti Pirgi untuk jatuh cinta ke orang yang salah. Lagi pula, pria itu juga sering menyuruh Pirgi melakukan hal-hal yang aneh: mendadak mengajak bercinta, dan setelahnya meminta berpisah, dan--puncaknya--meminta Pirgi untuk menjadi sebatang jamur.

"... satu-satunya yang tak mampu kau lawan adalah perasaanmu sendiri" (hlm. 91)

Ibunya sudah berulang kali mengingatkan Pirgi untuk memilih pria lain yang lebih muda, lebih sepantaran, lebih mapan, dan setidaknya lebih normal. Nodee ini memang memiliki arketipe penulis era abad 20 yang suka mengurung diri di kamar, tidak peduli penampilan (muka boleh berantakan tapi alur cerita jangan sampai), dan mengoleksi timbunan buku (makan boleh kekurangan, tapi timbunan buku jangan). Tapi, jika sebagian orang menganggap sosok penulis sebagai aneh, ada pula yang menganggap sosok penulis seperti itu keren karena dia indie, baunya enak (bau buku tua?), rutinitasnya berbeda dengan orang kantoran, pecinta senja, petualang larut malam dan bla-bla-bla lainnya. Buktinya, Pirgi kok mau-mau aja disuruh jadi jamur. Yah, namanya sudah bucin. Dan pada akhirnya, Pirgi dicampakkan. Entah dia penulis atau bukan, yang namanya cowok ternyata sama saja.  

"Karena itulah aku mengarang. Untuk mengeluarkan kesedihan-kesedihan." (hlm  44)

Sebagaimana kebanyakan cerpen dan novelnya, dalam buku ini penulis masih menyoroti tema yang sama: perempuan yang tertindas. Sosok pria kebanyakan digambarkan sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab, hanya memikirkan dirinya sendiri, dan dominasi patriakal yang didukung oleh adat atau kondisi sosial setempat. Nodee misalnya, adalah penulis yang tidak mau peduli apa pun selain draft novelnya. Ibaratnya, dia hanya "menggunakan" Pirgi sebatas properti, seorang istri yang merupakan salah satu properti milik suami dan bukannya parner dalam hidup. Ayah Pirgi juga digambarkan hanya peduli pada dirinya sendiri. Selama dia sudah bekerja memenuhi nafkah, ya sudah, selesai tanggung jawabnya--begitu mungkin pikirnya.

"Aku pernah percaya kalau uang bukan segalanya dalam hidup ini; bahwa kami bisa bahagia tanpa uang sepeser pun di buku rekening. Itu sebelum aku tahu hidup dengan uang sedikit itu membuat kepala seseorang berdenyut-denyut dan kehilangan gairah."(hlm. 71)

Dari novel tipis ini, kita belajar banyak tentang kompleksitas dari sesuatu yang namanya perasaan (terutama perasaan). Bahwa cinta ternyata bisa sedemikian membingungkan, sebagaimana kata Pirgi: "... aku bingung dengan perasaanku sendiri. Orang yang jatuh cinta memang begitu."(hlm. 26). Novel ini juga menyentil banyak kaum Adam yang sampai sekarang mungkin masih memperlakukan istri sekadar alat untuk memuaskan nafsu, dan bukan mitra setara dalam berumah tangga. Juga, bahwa anak tetaplah membutuhkan kasih sayang dari sosok Ayah. Sejatinya mengasuh anak adalah tanggung jawab suami dan istri, sama setaranya. Suami jangan berdalih di balik tabir "sudah mencari nafkah, urusan anak biar istri saja."  

"Seandainya aku memang sakit, bukan berarti aku tidak bisa membantu orang lain."(hlm. 117)

Anak yang kekurangan kasih sayang dari salah satu orang tua memiliki kemungkinan tumbuh njomplang alias kurang seimbang. Seperti Pirgi yang akhirnya memilih Nodee--pria yang usianya sepantaran dengan usia bapaknya--sebagai suaminya. Ketika sedang galau, dia juga lari ke Misota--seorang teman wanita yang kerja di rumah bordil--dan bukannya ke rumahnya.  Misota dia anggap lebih bisa menerima dirinya ketimbang orang tuanya sendiri. Sosok ibu yang diharapkan menjadi tempat berteduh ternyata lebih banyak berperan sebagai tukang perintah. Walau pada akhirnya, Pirgi menyadari satu fakta penting yang sayangnya sering dia abaikan selama ini. Sebuah kutipan yang sekaligus menjadi twist mengejutkan di novel tipis ini. 

"Seorang ibu tidak peduli berapa kali ia kecewa, ia tetaplah seorang ibu."(hlm. 120)

Begitulah, jangan jadikan rumah sebagai ruang penghakiman dan arena perbandingan agar tidak menjelma menjadi ajang pelarian. Ini kok malah kayak jadi ulasan buku parenting ya? wkwkwk. 


Sepanjang bulan September 2019 ini, Penerbit DIVA Press menyediakan 4 novel "Pirgi dan Misota" gratis untuk dibagikan. Salah satunya bisa didapatkan di blog Baca Biar Beken ini. 



1. Wajib follow Twitter Fiksi DIVA atau fanpage FB di Fiksi DIVA Press atau Intagram Fiksi DIVA (pilih salah satu saja)

2. Follow saya di Twitter dion_yulianto atau IG @dion_yulianto 

3. Wajib membagikan/share postingan ini di salah satu media sosial kamu.

4. Tuliskan nama roti atau kue kamu di kolom komentar, sertakan juga tautan membagikan (link share) dan salah satu akun media sosial kamu. Formatnya:

Roti favorit:
Akun Twitter/FB/IG:
Tautan membagikan: 


5. Kuis ini berlangsung sampai 8 September dan akan dilanjutkan di blog Mbak Nurina.

6. Akan saya pilih (atau undi) satu jawaban yang beruntung mendapatkan satu novel "Pirgi dan Misota" gratis. Kuis ini hanya berlaku untuk pengiriman hadiah di wilayah Republik Indonesia. 

Terima kasih.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 469

Trending Articles