Quantcast
Channel: Baca Biar Beken
Viewing all articles
Browse latest Browse all 469

Review and Giveaway Me Time

$
0
0
Judul: Me Time
Penulis: Lea Agustina Citra, Ken Terate, Ruwi Meita, Mia Arsjad, Donna Widjajanto
Penyunting: Donna Widjajanto
Penyelaras aksara: Dwi Ratih Ramadhany
Perancang sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2018
Tebal: 272 hlm.
ISBN : 9786020387413




Setiap orang normal, betapa pun sibuknya, selalu memerlukan me time-nya sendiri. Waktu untuk diri sendiri penting untuk menyegarkan kembali pikiran, untuk mengisi lagi semangat, serta untuk mengingat kembali sisi kemanusiaan kita. Sehebat apa pun diri ini, kita butuh untuk sesekali menjadi diri sendiri, untuk mengakui bahwa kita masih manusia biasa yang butuh beristirahat. Berbagai penelitian banyak dilakukan untuk mengungkap pentingnya “me time” ini bagi kewarasan jiwa dan juga untuk kebahagiaan manusia itu sendiri. Tanpa ada waktu untuk menikmati menjadi diri sendiri, mungkin kita malah akan lupa dengan siapa diri sejati kita. Dengan demikian, tidak ada salahnya meluangkan waktu melakukan “me time”, sebagaimana yang dikisahkan dengan baik sekali oleh lima ibu muda di buku ini. 

Awalnya, saya mengira Me Time ini berisi tulisan para mamah muda kekinian terkait bagaimana mereka mengupayakan atau menikmati “me time.” Ternyata, bukan. Me Time adalah sebuah kumpulan cerita  karya lima pengarang wanita ternama yang juga para ibu muda. Luar biasa para ibu ini. Mereka mampu untuk tetap konsisten menulis walau disibukkan dengan tanggung jawabnya sebagai para ibu dengan anak dan suami yang harus diurus. Membaca Me Time ibarat kita membaca kumpulan cerita dengan gaya penulisan serta genre yang beragam. Kesemuanya disatukan oleh tema serupa: perjuangan para ibu muda untuk bisa menikmati  “me time.” 

Seperti kita tahu, kelompok mamah muda adalah salah satu golongan istimewa yang  paling butuh menikmati “me time” tetapi sekaligus paling sulit mendapatkannya. Proses mengandung dan melahirkan anak memang sesuatu yang memberikan rasa bahagia tak terkira. Tetapi, tak bisa dipungkiri, melahirkan seorang bayi juga berarti kesediaan untuk merelakan 90% waktu pribadinya hanya untuk di buah hati. Bukannya tidak bersyukur atau bagaimana, tetapi dari membaca kisah-kisah yang dituturkan di buku ini sangat menyadarkan pembaca betapa para ibu hebat ini adalah manusia juga. Mereka tetap membutuhkan dukungan, bantuan, pengertian, dan juga “me time” justru agar mereka tetap bisa kuat menjalani  tugas penting nya sebagai para ibu.

Saya belum pernah membaca komik serial Topeng Kaca—walau teman-teman cewek saya begitu sering membicarakannya. Kisah pertama di buku ini, Save the Last Dance ditulis oleh Mbak Lea Agustina Citra dan memiliki kaitan besar dengan Topeng Kaca. Kisah seorang ibu muda yang merasa kehilangan  dirinya sendiri semenjak dia memutuskan menikah muda dan kini menjadi ibu dari 3 anak. Dalam kesibukan hariannya yang dianggapnya menjemukan, Maya berandai-andai dirinya kini pasti sudah jadi seorang bintang besar andai dulu dia tidak menikah muda dan memilih mengejar kariernya. Kemudian, impiannya tiba-tiba terkabul. Masihkah Maya merindukan kehidupannya yang lama? Ataukan, seperti dalam kisah-kisah itu, tentang setiap penyesalan yang datang terlambat. Cerita ini adalah yang paling panjang, dan rada bertele-tele di tengah, tetapi memiliki ending yang unik dan memuaskan.

Kisah kedua, Setelah Fio Hadir karya Ken Terate dan Tiket karya Donna Widjajanto memiliki nuansa yang agak serupa. Tentang curhatan seorang ibu muda yang kewalahan dalam mengurus bayinya. Tetapi, di saat yang sama. Sang ibu tidak mau mengakui kalau dirinya kewalahan.  Apalagi, ketika dirinya dibanding-bandingkan dengan kemampuan ibu atau ibu mertuanya. Cerita-cerita ini seolah ingin menunjukkan tidak apa-apa jika kita meminta bantuan. Bahkan pahlawan super pun butuh dibantu kadang-kadang. Tidak ada salahnya meminta bantuan atau membutuhkan bantuan. Ini adalah hal yang sangat manusiawi, termasuk bagi para ibu muda di dua kisah ini. Untungnya, keduanya memiliki sosok suami yang pengertian. Cerita ketiga karya Ruwi Meita adalah yang paling bikin kaget. Genrenya rada-rada horor dan berbau sejarah, sama sekali berbeda dengan empat cerpen lainnya. Alur flashback yang khas mbak Ruwi bikin aura bingung di awal tapi tepok jidat kagum di belakang. Pokoknya cerita ini mbak Ruwi banget, yakin.
.
Cerita keempat Pangeran untuk Nina karya  Mia Arsjad adalah yang paling romantis di antara lima kisah di Me Time. Cerita ini unik karena menghadirkan sosok singel parent bernama Nana. Sebagai ibu tunggal yang harus membesarkan anaknya sendirian, Nana hampir lupa bagaimana rasanya memiliki “me time”. Untungnya, Nana memiliki “pacar” yang sangat pengertian. Berkat jasa sang kekasih, Nana akhirnya bisa menikmati me timenya sepekan penuh. Masalahnya di sini, apakah Nana bisa benar-benar menikmati “me time” tanpa merasa bersalah? Dia tahu me time itu penting, tetapi Nana masih merasakan hal tersebut sebagai sesuatu yang keliru. Begini, kita kadang sering merasa bersalah ketika mengutamakan diri sendiri dan bukan orang lain, bahkan ketika kita benar-benar membutuhkannya. 




GIVEAWAY


Tersedia satu buku Me Time GRATIS untuk satu calon pembaca yang beruntung. Caranya gampang, pokoknya nggak sesusah lupain mantan gebetan.
1. Wajib follow IG @ceritamamahmuda. Jika nggak ada IG, silakan like fanpagenya di Cerita Mamah Muda di Facebook. Boleh juga follow saya di @dion_yulianto.

2. Wajib share postingan kuis ini. Cantumkan tagar #MeTime.

3. Peserta tinggal di wilayah NKRI atau memiliki alamat kirim di wilayah Indonesia (jika menang)

4. Tuliskan nama, akun medsos (twitter/IG/FB), serta tautan share kamu di kolom komentar postingan ini. Tapi sebutkan dulu "me time" favorit kamu.

5. Kuis berlangsung 11 - 15 September 2018. Saya akan mengundi satu pemenang yang beruntung mendapatkan buku ini.

Terima kasih.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 469

Trending Articles