Judul Buku : Things About Him
Penulis : Nara Lahmusi
Penyunting: Aditiyo Haryadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 248 Halaman
Cetakan: Pertama, Agustus 2018
Sampul : Orkha Creative
Pertama, saya suka sampul novel ini. Segar dan tampak muda sekali, apalagi dibalut warna hijau kesukaan saya. Judulnya juga unik, bikin penasaran, dan nggak kayak judul teenlit kebanyakan. Ditambah lagi, ada nama saya sebagai salah satu karakternya *pede kuadrat*. Begitu saya ditawari untuk mengulas sekaligus menjadi host untuk blogtour novel Things about Him, saya pun langsung menyanggupi *buang dahulu naskah lemburan, abaikan Pak RT #eh. Ini novel kedua Mas Saifullan yang saya baca setelah Rival Brother dan saya masih menemukan keunggulan yang sama: tulisan yang mengalir dan enak diikuti. Saya menghabiskan novel ini dalam sekali duduk, dari jam satu sampai setengah empat dini hari. Bagi saya, novel yang bagus adalah novel yang pembaca nikmat membacanya--apa pun genrenya. Things about Him adalah salah satunya.
"Tugas manusia itu hanya berjalan ke depan, bukan ke belakang."(hlm. 239)
Secara tema dan karakterisasi, novel ini tidak jauh berbeda ketimbang novel-novel teenlit yang lagi hits di pasaran. Tema jatuh cinta, persahabatan, dan kekeluargaan dirajut dalam kisah yang khas remaja banget. Adalah Cinta dan Dion, dua remaja yang bertetangga sejak kecil. Saat SMP keduanya sudah hampir tak terpisahkan. Keduanya seolah ditakdirkan bersama hingga di masa depan. Dion juga yang mendampingi Cinta dalam masa-masa terkelamnya saat kedua orangnya memutuskan bercerai. Cinta yang penuh semangat diam-diam mengagumi Dion yang kalem dan tenang. Sampai suatu ketika, Dion menghilang tanpa kabar. Cinta sudah berupaya mencari informasi tentang cowok itu tetapi hasilnya nihil. Satu tahun pertamanya di SMA diwarnai dengan upaya mencari informasi tentang Dion. Tapi, Dion seolah raib entah ke mana.
"Kalau kamu lagi marah dan benci dengan seseorang, coba ingat-ingat lagi kebaikan dan pengorbanannya selama ini buat kamu."(hlm. 238)
"Kalau kamu lagi marah dan benci dengan seseorang, coba ingat-ingat lagi kebaikan dan pengorbanannya selama ini buat kamu."(hlm. 238)
Satu tahun pertama SMA cinta juga dihadiri oleh sosok lain bernama Jason. Berbeda dengan Dion, Jason ini orangnya pemaksa banget. Dia juga soktau, arogan, mau menang sendiri, dan entah kenapa selalu mengganggu Cinta. Tetapi, Jason memiliki hobi fotografi, hobi yang sama dengan Dion. Sejak pertama melihat cowok itu, Cinta juga langsung teringat sama sahabat lamanya yang menghilang itu. masalah makin pelik karena Jason mendadak menunjukkan gejala ingin mendekati Cinta. Pantang menyerah cowok itu terus memepet Cinta, mulai dari mengantar-jemput ke sekolah, selalu siap dengan tisu di saku (tentu untuk mengusap air mata (Cinta), sampai berusaha merebut hati ayahnya Cinta. Cewek itu pun waswas sekaligus galau: benarkah Jason adalah sang pengganti Dion? Apakah cowok itu benar tulus kepadanya?
"Jangan menilai orang dari luarnya."(hlm. 151)
Masalahnya nggak sampai di sini. Ramon, anak culun yang menjadi teman sebangku Cinta terus memberi tahunya bahwa Jason berbahaya. Dia meminta gadis itu untuk menjauhinya. Saat ditanya alasannya, Ramon berkata bahwa Jason memiliki hubungan dengan masa lalu Cinta. Maka Cinta pun terombang-ambing antara menerima Jason, mengkhianati Dion, atau mempertimbangkan saran dari Ramon. Dalam kebingungan inilah penulis kemudian dengan santainya mengajak pembaca flashback ke masa lalu Cinta saat masih bersama Dion. Teknik pengalihan yang cerdik sekaligus segar karena dari masa lalu itu jugalah Cinta akhirnya menemukan jawaban atas masalah-masalahnya. Novel ini ditutup dengan happy ending khas bacaan remaja yang memuaskan sekaligus bikin terharu. Jadi, Dion sebenarnya menghilang kemana? Mana yang akan dipilih Cinta, Dion atau Jason? Siapa sebenarnya Ramon?
"Cinta yang sebenarnya itu akan membuat kita bahagia jika melihat orang yang kita cinta juga bahagia."(hlm. 233)
Untuk typo ada beberapa dan wajar-wajar saja, kecuali di halaman 114 ada kata "mengendus" yang mungkin maksudnya "mendengus". Beberapa bagian percakapan antara Dion dan Cinta juga menurut saya agak terlalu berat untuk bisa diucapkan seorang remaja SMP. Tapi, siapa tahu juga kalau anak SMP sekarang memang sudah berat gitu pemikirannya. Untungnya, penulis menuliskan dialog serta interaksi antar karakternya dengan begitu mulus, khas kayak anak-anak abg--yang bikin buku ini semakin terasa teenlitnya. Apalagi ya ... hmmm ... pokoknya mending baca sendiri novelnya kalau ingin lebih terpuaskan. Intinya, jika kamu ingin membaca teenlit yang ringan sekaligus menghangatkan hati, Things about Him adalah pilihan yang bagus.
"Jangan menilai orang dari luarnya."(hlm. 151)
Masalahnya nggak sampai di sini. Ramon, anak culun yang menjadi teman sebangku Cinta terus memberi tahunya bahwa Jason berbahaya. Dia meminta gadis itu untuk menjauhinya. Saat ditanya alasannya, Ramon berkata bahwa Jason memiliki hubungan dengan masa lalu Cinta. Maka Cinta pun terombang-ambing antara menerima Jason, mengkhianati Dion, atau mempertimbangkan saran dari Ramon. Dalam kebingungan inilah penulis kemudian dengan santainya mengajak pembaca flashback ke masa lalu Cinta saat masih bersama Dion. Teknik pengalihan yang cerdik sekaligus segar karena dari masa lalu itu jugalah Cinta akhirnya menemukan jawaban atas masalah-masalahnya. Novel ini ditutup dengan happy ending khas bacaan remaja yang memuaskan sekaligus bikin terharu. Jadi, Dion sebenarnya menghilang kemana? Mana yang akan dipilih Cinta, Dion atau Jason? Siapa sebenarnya Ramon?
"Cinta yang sebenarnya itu akan membuat kita bahagia jika melihat orang yang kita cinta juga bahagia."(hlm. 233)
Satu kalimat untuk novel ini: teenlit yang rapi. Gimana ya ngejelasinnya, kayaknya penulisnya sudah bikin semacam skema gitu saat menulis novel ini. Si A anunya di B, yang adalah anunya si C kemudian nanti si A dan C saling menganu. Ini yang bikin Things about Him terasa enak sekali dibaca, bahkan ketika ada banyak adegan flashback yang bersliweran. Kemudian, dengan twist yang muncul sebagai penutup untuk melengkapi proses pembacaan novel ini. Gaya menulis yang mengalir ditambah kerapian susun adegan adalah dua hal yang menjadi poin plus untuk novel ini, selain sampulnya tentu saja. Penulis juga banyak mencantumkan ilmu biologi dalam novel ini, apalagi ada bagian tentang teknik pembuatan nata de coco. Malam-malam saya langsung membuka kulkas demi mencari nata de coco sambil baca novel ini. Seger sih kayak sampul buku ini.
"Karena berubah menjadi lebih baik itu wajib." (hlm .162)
Karakterisasi mungkin yang agak klise. Saya masih menemukan aroma Edward Cullen dan Bella dalam interaksi antara Jason dan Cinta. Jason ini tipe cowok yang sempurna banget: atletis, berkulit putih, dan tumpangannya motor sport merah. Tipikal kakak kelas idola banget gitu. Klise memang, tapi justru tokoh-tokoh seperti ini yang mungkin dicari para pembaca remaja--yang mengingatkan saya kembali bahwa ini memang novel remaja. Jujur, saya agak terganggu dengan penggunakan istilah "sayko" (merujuk pada psiko-nya ppsikopat) yang banyak muncul di novel ini. Tapi, kata penulisnya, itu dari editornya jadi ya bagaimana lagi. Mungkin untuk menghindari serapan Inggris yang nanggung. Eh, tapi ada kata 'halu' juga ding.
"Karena berubah menjadi lebih baik itu wajib." (hlm .162)
Karakterisasi mungkin yang agak klise. Saya masih menemukan aroma Edward Cullen dan Bella dalam interaksi antara Jason dan Cinta. Jason ini tipe cowok yang sempurna banget: atletis, berkulit putih, dan tumpangannya motor sport merah. Tipikal kakak kelas idola banget gitu. Klise memang, tapi justru tokoh-tokoh seperti ini yang mungkin dicari para pembaca remaja--yang mengingatkan saya kembali bahwa ini memang novel remaja. Jujur, saya agak terganggu dengan penggunakan istilah "sayko" (merujuk pada psiko-nya ppsikopat) yang banyak muncul di novel ini. Tapi, kata penulisnya, itu dari editornya jadi ya bagaimana lagi. Mungkin untuk menghindari serapan Inggris yang nanggung. Eh, tapi ada kata 'halu' juga ding.
Untuk typo ada beberapa dan wajar-wajar saja, kecuali di halaman 114 ada kata "mengendus" yang mungkin maksudnya "mendengus". Beberapa bagian percakapan antara Dion dan Cinta juga menurut saya agak terlalu berat untuk bisa diucapkan seorang remaja SMP. Tapi, siapa tahu juga kalau anak SMP sekarang memang sudah berat gitu pemikirannya. Untungnya, penulis menuliskan dialog serta interaksi antar karakternya dengan begitu mulus, khas kayak anak-anak abg--yang bikin buku ini semakin terasa teenlitnya. Apalagi ya ... hmmm ... pokoknya mending baca sendiri novelnya kalau ingin lebih terpuaskan. Intinya, jika kamu ingin membaca teenlit yang ringan sekaligus menghangatkan hati, Things about Him adalah pilihan yang bagus.
Mau mencoba membaca juga Things about Him tapi gratisan? Nah, kebetulan ini penulisnya mau bagi-bagi satu eksemplar novelnya GRATIS. Simak caranya berikut ini:
1. Wajib follow @naralahmusi di Instagram. Jika tidak ada IG, bisa follow Twitternya di @naralahmusi
2. Wajib share/membagikan postingan kuis ini di IG atau Twitter, jangan lupa colek @naralahmusi dan @dion_yulianto
3. Memiliki alamat kirim di Indonesia
4. Jawab pertanyaan berikut ini:
Tanpa menyebutkan alasannya, kamu pilih Dion apa Jason?
Tanpa menyebutkan alasannya, kamu pilih Dion apa Jason?
5. Tulis jawaban kalian di komentar postingan ini (cukup satu kali saja) dengan format:
Nama:
Twitter/FB/email:
Kota domisili:
Link share:
Jawaban:
6. Giveaway ini berlangsung dari 9 - 12 Agustus 2018. Saya akan mengundi satu pemenang beruntung yang akan dikirimi novel ini GRATIS.
7. Bersedia memposting foto buku hadiah di media sosialmu jika menang. Cukup foto dengan caption ala-ala saja. Tidak ada keharusan mengulas novel ini bila menang, tapi katanya si penulis novelnya berani ganti foto profilnya dengan foto sawi selama satu hari jika kamu berkenan mengulasnya hehehe nggak ding.
8. Jangan lupa ikuti terus rangkaian blogtour dan instatour novel Things about Him di media sosial.